Senin, 25 April 2011

Zakat Profesi


Zakat Profesi Untuk Pendapatan Gaji / Upah

Profesi yang dimaksud disini adalah pekerjaan tetap atau pekerjaan dengan penghasilan berupa gaji atau pun upah yang dibayarkan pada waktu yang tetap. Namun pengenaan zakat profesi tetap mengacu pada kaidah dasar yaitu sesuai dengan nisabnya (senilai 93,6gram emas) dan telah genap satu tahun maka zakatnya wajib dikeluarkan. Hal ini pun dilaksanakan jika penghasilan seseorang telah melebihi kebutuhan pokok hidupnya dan keluarganya, baik sandang, pangan, papan(rumah), alat-alat rumahtangga atau alat-alat usaha yang tidak bisa diabaikan, sedangkan sisanya masih memenuhi satu nisab (93,6gram emas) dan telah genap satu tahun.
Pembahasan perihal kewajiban zakat profesi merupakan pengembangan fisik kontemporer, mengingat dalam fiqih konvensional tidak dimasukkan. Zakat profesi, dikalangan ulama memang masih ada yang berbeda pandangan dan pendapatnya. Hal ini wajar, karena  tidak ada dalil shahih yang menjelaskan. Demikian menurut pendapat ulama kontemporer berdasarkan konsep keadilan. Analoginya bahwa kenyataan dimasyarakat ada orang bekerja tetap dengan pengasilan /gaji yang besar namun tidak ada ketegasan wajib mengeluarkan zakat. sementara ada petani yang hasil panennya tak seberapa besar tetap harus dikeluarkan zakatnya.
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka."

(Q.S. At Taubah : 103)

Untuk pegawai negeri di kantor pemerintah, umumnya setiap penghasilan dipotong 2,5% (penuh) secara otomatis untuk zakat profesi. Ini sesuai himbauan Kementrian Agama Republik Indonesia yang kelola oleh Badan Amil Zakat Nasional dan MUI belum ada fatwa bahwa pengambilan zakat profesi itu adalah bid'ah atau dengan kata lain sebagai haram. 

Contoh sederhana perhitungan zakat profesi.


Pak Amir adalah PNS (pegawai negeri sipil) maka zakat diqiyaskan dengan wujud berupa uang, sehingga kadar zakatnya lebih dekat kepada harta emas atau perak. yaitu  2,5% dari seluruh penghasilan kotor.
  • Pak Amir menerima gaji bersih (setelah kena pajak) = Rp 2.000.000,-/bulan, 
    • Tunjangan tetap = Rp 500.000,-/bulan. 
    • Penghasilan tambahan dari laba kios usaha barang  kebutuhan pokok sehari-hari adalah rata-rata = Rp 2.200.000,-/bulan. 
    • Tanggungan tetap yaitu kebutuhan pokok yang tak dapat diabaikan (kredit rumah BTN, motor untuk bekerja, biaya sekolah, dan lain-lain)= Rp 2.200.000,-/bulan
    • Maka, rata-rata penghasilan menjadi 
      • Rp 2.500.000,-/bulan atau  
      • Rp 30.000.000,-/tahun.
  • Jika, harga emas saat ini = Rp 210.500,-/gram, maka 93,6 gram = Rp 19.702.800,- . 
    • Sehingga penghasilan Pak Amir telah memenuhi nisabnya dan wajib dikeluarkan zakat nya. 
    • Zakat profesi Pak Amir : 
      • 2,5%  x Rp    2.500.000,-/bulan  = Rp 62.500,-/bulan. atau 
      • 2,5% x Rp 30.000.000,-/tahun = Rp 750.000,-/tahun (jika dikeluarkan setahun). 
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

2 Cara Penghitungan Zakat Profesi

Menurut Yusuf Qardhawi perhitungan zakat profesi dibedakan menurut dua cara:
  1. Secara langsung, 

      • zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor seara langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah. 
    Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 3.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar: 2,5% X 3.000.000=Rp 75.000 per bulan atau Rp 900.000 per tahun.
  2. Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, 

    • zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan. 

      Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 1.500.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar : 2,5% X (1.500.000-1.000.000)=Rp 12.500 per bulan atau Rp 150.000,- per tahun.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Waktu Zakat

Pendapat-pendapat  ulama mengenai waktu untuk membayar zakat profesi:

  • Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup setahun) terhitung dari kekayaan itu didapat. 
  • Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern, seperti Muh Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut harta dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib mengeluarkan zakat. 
  • Pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka mengqiyaskan dengan Zakat Pertanian yang dibayar pada setiap waktu panen.
    Nisab zakat pendapatan/profesi mengambil rujukan kepada nisab zakat tanaman dan buah-buahan sebesar 5 wasaq atau 652,8 kg gabah setara dengan 520 kg beras. Hal ini berarti bila harga beras adalah Rp 8.500/kg maka nisab zakat profesi adalah 520 dikalikan Rp8.500 menjadi sebesar Rp 4.420.000. Namun mesti diperhatikan bahwa karena rujukannya pada zakat hasil pertanian yang dengan frekuensi panen sekali dalam setahun, maka pendapatan yang dibandingkan dengan nisab tersebut adalah pendapatan selama setahun.

Demikian. semoga bermanfaat.

Kamis, 07 April 2011

Sumber Nilai Islam









Pernah suatu hari, ketika Mu’adz bin Jabal akan diutus oleh Rasulullah saw untuk pergi ke Yaman guna melakukan syiar  agama Allah SWT.
Kemudian Rasulullah saw bertanya kepada Mu’adz :
Rasulullah   :     “Wahai Mu’adz, dengan apa engkau memutuskan suatu urusan?”
Mu’adz         :     “Dengan kitabullah”
Rasulullah   :     “Kalau tidak ada dalam al-Qur’an?”
Mu’adz         :     “Dengan sunnah Rasulullah”
Rasulullah   :     “Kalau dalam sunnah juga tidak ada?”
Mu’adz         :     “Saya ber-ijtihad dengan pikiran saya.”
Rasulullah   :     “Maha Suci Allah yang telah memberikan bimbingan kepada utusan Rasul-Nya, dengan satu sikap yang disetujui Rasul-Nya”.

(HR. Abu Dawud dan Turmudzi).

------------------------------------------
Hikmah.
  • Dari peristiwa diatas memberikan pelajaran kepada kita tentang Nilai Islam dan Sumber nilai Islam, yaitu al-Qur’an; as-Sunnah dan ijtihad.
  • Dari pelajaran tersebut maka kita dapat menyimpulkan bahwa secara hierarki penggunaan tiga sumber nilai Islam tersebut hendaklah diprioritaskan pada yang pertama (al-Qur’an), kemudian yang kedua (as-Sunnah) lalu yang ketiga (ijtihad).
  • Hal ini tentunya dengan konsekuensi bahwa: apabila terdapat suatu hal yang bertentangan antara satu dengan yang lainnya, maka hendaknya dipilih al-Qur’an terlebih dahulu, baru kemudian yang kedua atau as-Sunnah (al-Hadits).
Catatan.
  • Bahwa meski ketiganya (al-Qur’an, as-Sunnah dan ijtihad) adalah sama-sama sebagai sumber nilai Islam, namun antara satu dengan yang lainnya mempunyai tingkatan kualitas dan bobot yang berbeda sehingga memiliki akibat/pengaruh hukum yang berbeda pula.

Manajemen Masjid di Indonesia.

Masjid. 
Di Indonesia masjid merupakan basis pengembangan dan dakwah islamiyah di seluruh pelosok negeri.Melongok sejarah, bahwa fungsi masjid di Indonesia tidak hanya sebagai tempat ibadah saja melainkan dakwah islam dan juga lembaga pendidikan islam. Dalam perkembangannya, masjid merupakan institusi keagamaan terbesar dalam komunitas muslim di Indonesia. Keberadaan masjid tersebar secara hampir merata ke seluruh pelosok negeri. Perkembangan pesat masjid tahun 2005 terlihat dari data kementrian agama RI, bahwa jumlah masjid telah mencapai 644.502 buah. Hal ini terjadi peningkatan 3,3% dalam kurun 6 tahun, dimana pada tahun 1999 terdapat 623.924 buah masjid.

Perkembangan masjid yang demikian besar ini menunjukkan sisi positif bahwa ini adalah cerminan dari kesadaran umat tentang Islam telah bangkit dan berkobar, dalam membangun symbol-simbol keislaman. Hal ini akan memunculkan pula persoalan dan tuntutan tentang pengelolaan masjid secara optimal dan maslahat bagi ummat. Semua pihak bertanggungjawab terhadap peran dan fungsi masjid sebagai sumber informasi umat, dan sebagai wahana pembinaan ummat baik aspek rohaniah maupun aspek kesejahteraan social jamaah dan masyarakat disekitarnya. Untuk mengarahkan dan membina manajemen masjid yang tepat, terarah dan terukur maka Kementrian Agama sejak lama telah memberikan panduan pengelolaan masjid yang dikategorikan atau dikelompokkan dalam 3 bidang dalam organisasi masjid yang didasarkan pada fungsi masjid itu sendiri, antara lain : Bidang Idaroh, Bidang Imaroh dan Bidang Ri’ayah. Panduan tersebut tentu diperlukan agar penyelenggaraan manajemen masjid dapat menyesuaikan pola manajemen modern yang berkembang saat ini, terlebih lagi bagi masjid-masjid yang masih tertinggal dalam pengelolaan manajemennya.

Bidang Idaroh (Keorganisasian)
Bidang ini bertugas menyelenggarakan dan mengelola permasalahan organisasi, kelembagaan, personalia, administrasi, keuangan dan sebagainya yang terkait.

Bidang Imaroh (Pemakmuran)
Bidang ini bertugas melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk memakmurkan masjid. Kegiatan tersebut antara lain : pembinaan peribadatan, pembinaan pendidikan formal (pendidikan agama dan pendidikan umum), pendidikan non-formal/pendidikan luar sekolah seperti majelis ta’lim, taman pendidikan al-quran, pembinaan remaja masjid, perpustakaan masjid, peringatan hari besar islam, hari besar nasional, dan pembinaan social meliputi koperasi, lembaga amil zakat dan infaq, pelayanan kesehatan dan masih banyak lagi.

Bidang Ri’ayah (Sarana Fisik)
Bidang ini bertugas menyelenggarakan pembinaan masjid dalam hal fisik gedung/bangunan, sarana, prasarana serta perlengkapan kemasjidan, dan sebagainya.

Penentuan Arah Kiblat.
Disamping ketiga hal / bidang tersebut diatas, adalah Penentuan Arah Kiblat. Hal ini penting, mengingat bahwa arah kiblat dalam pelaksanaan shalat menjadikan ibadah mahdhah dalam ajaran Islam .