Rabu, 20 Oktober 2010

Surat Wasiat Kahlil Gibran

Sebuah biografi Sang Penyair Lebanon, Kahlil Gibran (1883 - 1931)
"Di dalam hatiku masih ada sedikit keinginan untuk membantu dunia Timur, 
karena ia telah banyak sekali membantuku.”
Masa Kecil.
Kahlil Gibran lahir pada tanggal 6 Januari 1883 di Beshari, Lebanon. Gibran menjadi terbiasa menangkap dengan fenomena  alam badai, gempa serta petir yang sering terjadi disana, dan hal ini banyak mempengaruhi tulisan-tulisannya tentang alam. Bersama ibu dan kedua adik perempuannya, Gibran anak 10tahun itu pindah ke Boston, Amerika Serikat. Gibran kecil mengalami kejutan budaya, seperti yang banyak dialami oleh para imigran lain di Amerika Serikat pada akhir abad ke-19. Proses Amerikanisasi Gibran hanya berlangsung selama tiga tahun karena setelah itu dia kembali ke Bairut, di mana dia belajar di Madrasah Al-Hikmat (School of Wisdom) sejak tahun 1898 sampai 1901.
Remaja.
Selama awal masa remaja, visinya tentang tanah kelahiran dan masa depannya mulai terbentuk. Tirani kerajaan Ottoman, sifat munafik organisasi gereja, dan peran kaum wanita Asia Barat yang sekadar sebagai pengabdi, mengilhami cara pandangnya yang kemudian dituangkan ke dalam karya-karyanya yang berbahasa Arab. Gibran meninggalkan tanah airnya Lebanon yang sudah menjadi inspirasinya.
Menulis drama.
Di Boston dia menulis tentang negerinya itu untuk mengekspresikan dirinya , yaitu kebebasan baginya untuk menggabungkan 2 pengalaman budayanya yang berbeda menjadi satu. Gibran menulis drama pertamanya di Paris dari tahun 1901 hingga 1902. Tatkala itu usianya menginjak 20 tahun. Karya pertamanya, “Spirits Rebellious” ditulis di Boston dan diterbitkan di New York, yang berisi empat cerita kontemporer sebagai sindiran keras yang meyerang orang-orang korup yang dilihatnya. Akibatnya, Gibran menerima hukuman berupa pengucilan dari gereja Maronite. Akan tetapi, sindiran-sindiran Gibran itu tiba-tiba dianggap sebagai harapan dan suara pembebasan bagi kaum tertindas di Asia Barat. Pembentukan jati dirinya ini tak begitu menyenangkan ketika Gibran menerima kabar dari Konsulat Jenderal Turki, bahwa sebuah tragedi telah menghancurkan keluarganya. 
Adik perempuannya yang paling muda berumur 15 tahun, Sultana, meninggal karena TBC. Gibran segera kembali ke Boston. Kakaknya, Peter, seorang pelayan toko yang menjadi tumpuan hidup saudara-saudara dan ibunya juga meninggal karena TBC. Ibu yang memuja dan dipujanya, Kamilah, juga telah meninggal dunia karena tumor ganas. Hanya adiknya, Marianna, yang masih tersisa, dan ia dihantui trauma penyakit dan kemiskinan keluarganya. Kematian anggota keluarga yang sangat dicintainya itu terjadi antara bulan Maret dan Juni tahun 1903. Gibran dan adiknya lantas harus menyangga sebuah keluarga yang tidak lengkap ini dan berusaha keras untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Di tahun-tahun awal kehidupan mereka berdua, Marianna membiayai penerbitan karya-karya Gibran dengan biaya yang diperoleh dari hasil menjahit di Miss Teahan’s Gowns. Berkat kerja keras adiknya itu, Gibran dapat meneruskan karier keseniman dan kesasteraannya yang masih awal.
Menjelang Dewasa.
Pada tahun 1908 Gibran singgah di Paris lagi. Di sini dia hidup senang karena secara rutin menerima cukup uang dari Mary Haskell, seorang wanita kepala sekolah yang berusia 10 tahun lebih tua namun dikenal memiliki hubungan khusus dengannya sejak masih tinggal di Boston. Dari tahun 1909 sampai 1910, dia belajar di School of Beaux Arts dan Julian Academy. Kembali ke Boston, Gibran mendirikan sebuah studio di West Cedar Street di bagian kota Beacon Hill. Ia juga mengambil alih pembiayaan keluarganya.
NewYork.
Pada tahun 1911 Gibran pindah ke kota New York. Di New York Gibran bekerja di apartemen studionya di 51 West Tenth Street, sebuah bangunan yang sengaja didirikan untuk tempat ia melukis dan menulis.
Sebelum tahun 1912 “Broken Wings” telah diterbitkan dalam Bahasa Arab. Buku ini bercerita tentang cinta Selma Karami kepada seorang muridnya. Namun, Selma terpaksa menjadi tunangan kemenakannya sendiri sebelum akhirnya menikah dengan suami yang merupakan seorang uskup yang oportunis. Karya Gibran ini sering dianggap sebagai otobiografinya.
Pengaruh “Broken Wings” terasa sangat besar di dunia Arab karena di sini untuk pertama kalinya wanita-wanita Arab yang dinomorduakan mempunyai kesempatan untuk berbicara bahwa mereka adalah istri yang memiliki hak untuk memprotes struktur kekuasaan yang diatur dalam perkawinan. Cetakan pertama “Broken Wings” ini dipersembahkan untuk Mary Haskell.
Gibran sangat produktif dan hidupnya mengalami banyak perbedaan pada tahun-tahun berikutnya. Selain menulis dalam bahasa Arab, dia juga terus menyempurnakan penguasaan bahasa Inggrisnya dan mengembangkan kesenimanannya. Ketika terjadi perang besar di Lebanon, Gibran menjadi seorang pengamat dari kalangan nonpemerintah bagi masyarakat Syria yang tinggal di Amerika.
Perjalanan Dewasa.
Ketika Gibran dewasa, pandangannya mengenai dunia Timur meredup. Pierre Loti, seorang novelis Perancis, yang sangat terpikat dengan dunia Timur pernah berkata pada Gibran, kalau hal ini sangat mengenaskan! Disadari atau tidak, Gibran memang telah belajar untuk mengagumi kehebatan Barat. 
Sebelum tahun 1918, Gibran sudah siap meluncurkan karya pertamanya dalam bahasa Inggris, “The Madman”, “His Parables and Poems”. Persahabatan yang erat antara Mary tergambar dalam “The Madman”. Setelah “The Madman”, buku Gibran yang berbahasa Inggris adalah “Twenty Drawing”, 1919; “The Forerunne”, 1920; dan “Sang Nabi” pada tahun 1923, karya-karya itu adalah suatu cara agar dirinya memahami dunia sebagai orang dewasa dan sebagai seorang siswa sekolah di Lebanon, ditulis dalam bahasa Arab, namun tidak dipublikasikan dan kemudian dikembangkan lagi untuk ditulis ulang dalam bahasa Inggris pada tahun 1918-1922.
Sebelum terbitnya “Sang Nabi”, hubungan dekat antara Mary dan Gibran mulai tidak jelas. Mary dilamar Florance Minis, seorang pengusaha kaya dari Georgia. Ia menawarkan pada Mary sebuah kehidupan mewah dan mendesaknya agar melepaskan tanggung jawab pendidikannya. Walau hubungan Mary dan Gibran pada mulanya diwarnai dengan berbagai pertimbangan dan diskusi mengenai kemungkinan pernikahan mereka, namun pada dasarnya prinsip-prinsip Mary selama ini banyak yang berbeda dengan Gibran. Ketidaksabaran mereka dalam membina hubungan dekat dan penolakan mereka terhadap ikatan perkawinan dengan jelas telah merasuk ke dalam hubungan tersebut. Akhirnya Mary menerima Florance Minis.
Kesusasteraan.
Pada tahun 1920 Gibran mendirikan sebuah asosiasi penulis Arab yang dinamakan Arrabithah Al Alamia (Ikatan Penulis). Tujuan ikatan ini merombak kesusastraan Arab yang stagnan. Seiring dengan naiknya reputasi Gibran, ia memiliki banyak pengagum, yang salah satunya adalah Barbara Young yang mengenal Gibran setelah membaca “Sang Nabi”. Barbara Young sendiri merupakan pemilik sebuah toko buku yang sebelumnya menjadi guru bahasa Inggris. Selama 8 tahun tinggal di New York, Barbara Young ikut aktif dalam kegiatan studio Gibran.
Gibran menyelesaikan “Sand and Foam” tahun 1926, dan “Jesus the Son of Man” pada tahun 1928. Ia juga membacakan naskah drama tulisannya, “Lazarus” pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah itu Gibran menyelesaikan “The Earth Gods” pada tahun 1931. Karyanya yang lain “The Wanderer”, yang selama ini ada di tangan Mary, diterbitkan tanpa nama pada tahun 1932, setelah kematiannya. Juga tulisannya yang lain “The Garden of the Propeth”.
Wafat.
Pada tanggal 10 April 1931 jam 11.00 malam, Gibran meninggal dunia. Tubuhnya memang telah lama digerogoti sirosis hati dan TBC, tapi selama ini ia menolak untuk dirawat di rumah sakit. Pada pagi hari terakhir itu, dia dibawa ke St. Vincent’s Hospital di Greenwich Village. Hari berikutnya Marianna mengirim telegram ke Mary di Savannah untuk mengabarkan kematian penyair ini. Meskipun harus merawat suaminya yang saat itu juga menderita sakit, Mary tetap menyempatkan diri untuk melayat Gibran. Jenazah Gibran kemudian dikebumikan tanggal 21 Agustus di Ma Sarkis, sebuah biara Carmelite di mana Gibran pernah melakukan ibadah.
Sepeninggal Gibran, Barbara Younglah yang mengetahui seluk-beluk studio, warisan dan tanah peninggalan Gibran. Juga secarik kertas yang bertuliskan, 
“Di dalam hatiku masih ada sedikit keinginan 
untuk membantu dunia Timur, 
karena ia telah banyak sekali membantuku.”

Disadur dari artikel : Nailah

Cara Praktis Menghafal Al Quran

Menghafal Al Quran Mudah.


Banyak cara dan metode menghafalkan ayat-ayat al Quran yang telah dilakukan oleh banyak umat muslim di dunia. Baik dari frekuensi membaca, jumlah kelompok ayat dan waktu yang tepat serta banyak metode lain. Ini adalah salah satu contoh praktis menghafal yang mungkin dapat dipraktekkan. 
Cara praktis menghafal :
  1. Membaca dan menghafal ayat per ayat sebanyak 20 (dua puluh) kali.
  2. Setiap hapalan kelipatan 4 ayat (kuartet ayat), kemudian gabungkan ayat pertama, kedua, ketiga dan keempat sebanyak 20 kali , dan demikian seterusnya.
  3. Lanjutkan dengan menghafal ayat kelima, keenam, ketujuh dan kedelapan, seperti tahap cara pertama. Lalu pada kuartet ayat (yaitu ayat ke 8) gabungkan 4 ayat kedua itu dalam satu hafalan seperti cara tahap 2 .
  4. Setelah hafal ulangi tahap 1, 2, 3 pada ayat ke 9 hingga ayat ke 16, dibaca dan dihafal sebanyak 20 kali dan demikian seterusnya.
  5. Pada setiap kelipatan 16 ayat gabungkan ayat pertama hingga ayat 16 sebanyak 20 kali pula.
  6. Demikian seterusnya masing masing dan gabungan dihafalkan 20 kali, hingga seluruh ayat dalam surah Al Quran dapat terhafalkan.
  7. Ingat ! Hindari menghafal ayat melebihi dari seperdelapan juz dalam satu hari. Karena hal ini akan memberatkan kita mengulang bacaan dan menjaganya. 
Menjaga hafalan pada hari berikutnya:
  1. sebelum menambah dengan hafalan baru, maka baca dan hafalkan  hafalan lama dari ayat pertama hingga terakhir sebanyak 20 kali. 
  2. kemudian  memulai hafalan baru dengan cara yang sama seperti yang anda lakukan ketika menghafal ayat-ayat sebelumnya. Ingat ! Jangan menambah hafalan tanpa mengulang hafalan yang sudah ada sebelumya.
Para Hafidz menghafalkan al Quran :
Aus bin Huzaifah rahimahullah; aku bertanya kepada para sahabat Rasulullah bagiamana cara mereka membagi al qur an untuk dijadikan wirid harian? Mereka menjawab: "kami kelompokan menjadi 3 surat, 5 surat, 7 surat, 9 surat, 11 surat,  dan wirid mufashal dari surat qaaf hingga khatam ( al Qur an)". (HR. Ahmad).
Jadi mereka membagi wiridnya sebagai berikut:
  • Hari ke 1 : membaca surat "al fatihah" hingga akhir surat "an-nisa",
  • Hari ke 2 : dari surat "al maidah" hingga akhir surat "at-taubah",
  • Hari ke 3 : dari surat "yunus" hingga akhir surat "an-nahl",
  • Hari ke 4 : dari surat "al isra" hingga akhir surat "al furqan",
  • Hari ke 5 : dari surat "asy syu'ara" hingga akhir surat "yaasin",
  • Hari ke 6 : dari surat "ash-shafat" hingga akhir surat "al hujurat",
  • Hari ke 7 : dari surat "qaaf" hingga akhir surat "an-naas". 
Para ulama menyingkat wirid nabi dengan al-Qur an menjadi kata: " Fami bisyauqin ( فمي بشوق ) ", dari masing-masing huruf tersebut menjadi symbol dari surat yang dijadikan wirid Nabi pada setiap harinya maka:
  • huruf "fa" symbol dari surat "al fatihah", sebagai awal wirid beliau hari ke-1
  • huruf "mim" symbol dari surat "al maidah", sebagai awal wirid beliau hari ke-2,
  • huruf "ya" symbol dari surat "yunus", sebagai wirid beliau hari ke-3,
  • huruf "ba" symbol dari surat "bani israil (nama lain surat al isra)", sebagai wirid beliau hari ke4,
  • huruf "syin" symbol dari surat "asy syu'ara", sebagai awal wirid beliau hari ke5,
  • huruf "wau" symbol dari surat "wa shafaat", sebagai awal wirid beliau hari ke6,
  • huruf "qaaf" symbol dari surat "qaaf", sebagai awal wirid beliau hari ke7- akhir surat "an-nas". Adapun pembagian hizib yang ada pada al-qur an sekarang ini tidak lain adalah buatan Hajjaj bin Yusuf. 
Membedakan bacaan yang mirip dalam al Quran :
  • Cara terbaik untuk membedakan antara bacaan yang hampir sama (mutasyabih) adalah dengan  cara membuka mushaf lalu bandingkan antara kedua ayat tersebut dan cermatilah perbedaan antara keduanya, kemudian buatlah tanda yang bisa untuk membedakan antara keduanya, dan ketika anda melakukan murajaah hafalan perhatikan perbedaan tersebut dan ulangilah secara terus menerus sehingga anda bisa mengingatnya dengan baik dan hafalan anda menjadi kuat (mutqin). 
Kaidah & Ketentuan menghafalkan al Quran :
  • Menghafal melalui seorang guru/ustadz/syekh yang bisa membenarkan bacaan anda jika salah.
  • Hafalkanlah setiap hari sebanyak 2 halaman, 1 halaman setelah subuh dan 1 halaman setelah ashar atau maghrib, Jangan lebih!.
  • Hafalkanlah mulai dari surat an-nas hingga surat al baqarah (membalik urutan al Qur an), karena hal itu lebih mudah.
  • Dalam menghafal hendaknya menggunakan satu mushaf tertentu baik dalam cetakan maupun bentuknya.
  • Setiap yang menghafalkan al-quran pada 2 tahun pertama biasanya akan mudah hilang apa yang telah ia hafalkan, masa ini disebut masa "tajmi'" (pengumpulan hafalan), maka jangan bersedih karena sulitnya mengulang atau banyak kelirunya dalam hafalan. Istighfar dan dengan ikhtiar tanpa didorong nafsu. -----[Maroja]
Disadur dari  artikel www.Islamhouse.com  
Karya : Abdul Muhsin Al Qosyim. Ditulis kembali : Eko Haryanto Abu Ziyad

Pesantren (2)

Pesantren Agrobisnis di Indonesia
"Pondok Pesantren adalah lembaga   pendidikan Islam milik masyarakat yang tumbuh dan berkembang sejar si'ar Islam di Indonesia", demikian menurut penmelitian Karel Steenbrink (1995:116). Seiring dengan perkembangan zaman yang makin maju telah banyak pondok pesantren (ponpes) yang telah melakukan perubahan-perubahan mendasar secara institusi maupun kurikulum. Pada era pertumbuhan Islam di negeri ini, ponpes umumnya adalah pusat : pengembangan, penyiaran, dan pendalaman ilmu-ilmu keIslaman. Maka pada era modern, tambahan peran dan fungsi ponpes adalah kegiatan agri (pertanian) dan agrobisnis.
Agrobisnis di Indonesia baru diperkenalkan pada Tahun 1984 oleh Institut Pertanian Bogor dan mulai populer di Indonesia pada awal dekade 1990-an. Definisi agrobisnis adalah wawasan dan konsep pertanian modern, yang mana agrobisnis tersebut merupakan suatu sistem yang mungkin dikembangkan dengan semua komponen subsistem pertanian dan ekonomi secara terpadu dan selaras. Hal ini dikemukakan oleh pakar pertanian Davis & Goldberg (1957).
Persyaratan memiliki wawasan agrobisnis menurut Soeharjo (1997) meliputi :
  • Agrobisnis dipandang sebagai suatu rangkaian sistem dan sub-sistem dan pengembangan sistem tersebut tidak dapat mengesampingkan atau mengutamakan salah satu sistem saja.
  • Sub-sistem dalam suatu sitem haruslah saling berkaitan. maka salah satu sub-sistem saja yang macet, gagal lah seluruh sistem yang ada. Misal : Pengolahan lahan -> Bahan Baku -> Pengolahan Hasil -> Pemasaran . Masing-masing subsistem ini adalah saling terkait
  • Harus ada Lembaga penunjang seperti : lembaga kemasyarakatan, pertanahan, pembiayaan keuangan, pendidikan, penelitian dan transportasi.
  • Melibatkan profesional (badan usaha eksternal), seperti : BUMN, Koperasi, dan Swasta. Profesi tersebut antara lain yang bergerak dibidang/unit produk primer, pengolah, pedagang, distributor dan sebagainya.
Dua pola pendekatan agribisnis yang diterapkan pada pondok pesantren agrobisnis adalah fomula Area Multi Fungsi (AMF) dan Model Konsepsi Pemberdayaan (MKP). Formula AMF dan MKP bukanlah program, tetapi pendekatan yang dimungkinkan untuk dapat dimanfaatkan dalam berbagai aspek usaha pengembangan masyarakat dan lingkungan hidup.
AMF dan MKP juga merupakan bentuk pendidikan yang berkelanjutan dan dapat dikatakann sebagai media peningkatan kesejahteraan dilingkungan pesantren itu sendiri dan dapat dikembangkan berbagai variasi usaha.  Beberapa percontohan Pondok Pesantren Agrobisnis yang telah ada di Indonesia.
Pola Pendekatan Area Multi Fungsi (AMF):
  1. Ponpes Sultan Hasanuddin, di Gowa, Makasar.
  2. Ponpes Darul Hijrah Putra di Martapura, Kalimantan Selatan.
  3. Ponpes Raudhatul Ulum di Salatiga, Jawa Tengah.
  4. Ponpes Assa'adatul Abadiyah di Bekasi, Jawa Barat
  5. Ponpes Darul Ikhlas di Padang Pariaman, Sumatera barat.
  6. Ponpes Nurrul Ulum di Malang, Jawa Timur.
  7. Ponpes Al Wathoniyah Islamiyah di Kendari, Sulawesi Tenggara.
  8. Ponpes Hidayatullah di Kupang , Nusa Tenggara Barat.
Pola Pendekatan Model Konsepsi Pemberdayaan (MKP): 
  1. Ponpes Al Ittifaq di Bandung, Jawa Barat.
  2. Ponpes Al Kautsar Al Gontori di Kupang, Nusa Tenggara Barat.
  3. Ponpes Al Qomariyah di Bandung, Jawa Barat.
AMF dan MKP adalah sistem yang menjadi lumbung ideal kehidupan warga pesantren. Keberadaan dan pembangunan agrobisnis di ponpes di Indonesia adalah tidak lepas dari peran pemerintah dalam pengembangan dan pemberdayaan pondok pesantren. Hal ini terbukti dengan telah dituangkan dalam surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Agama pada Tahun 1991 tentang Pengembangan Agrobisnis Di Pondok Pesantren.

Souce : Dep. Agama RI, Pondok Pesantren Agrobisnis, 2004

Jumat, 15 Oktober 2010

Daftar Pimpinan Muhammadiyah di Indonesia

KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
Tabel Ketua Umum PP Muhammadiyah dan Periode Kepemimpinannya
No     Nama                              Masa Menjabat
   
1     KH Ahmad Dahlan              1912   -  1923
2     KH Ibrahim                         1923   -  1932
3     KH Hisyam                          1932   -  1936
5     KH Mas Mansur                   1936   -  1942
6     Ki Bagoes Hadikoesoemo     1942   -  1953
7     Buya AR Sutan Mansur         1953   -  1959
8     HM Yunus Anis.                   1959   -  1962
9     KH Ahmad Badawi               1962   -  1968
10     KH Faqih Usman                1968   -  1971
11     KH AR Fakhruddin             1971   -  1990
12     KHA Azhar Basyir               1990   -  1995
13     Amien Rais                          1995   -  2000
14     Syafii Ma'arif                         2000   -  2005
15     Din Syamsuddin                   2005   -  sekarang

Source : http://www.muhammadiyah.or.id/

Pesantren

Pesantren menurut bahasa Indonesia adalah berasal dari kata "santri" yang berarti murid/siswa dan kemudian ditambahkan kata imbuhan "pe" dan "an" yang digunakan sebagai kata benda untuk menunjukkan sesuatu tempat pembelajaran santri. Kata pesantren dan santri itu sendiri merupakan bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa daerah (Jawa). Pengertian kata "santri" adalah murid atau siswa yang menuntut ilmu dengan mengikuti sang guru, tinggal bersama dalam suatu tempat tertentu yang kemudian disebut pesantren. Pengertian pesantren itu sendiri adalah sebuah tempat kegiatan pembelajaran santri.
Sebuah pesantren biasanya dijalankan oleh seorang kyai, yang dibantu oleh sejumlah anggota senior yaitu keluarganya, santri senior atau lainnya. Pesantren adalah bagian penting dari kehidupan seorang kyai, karena pesantren adalah suatu media dimana kyai mengembang khutbah dan pengaruhnya melalui pengajaran dan hubungan ini adalah kategori pesantren tradisional dan pesantren pada umumnya. Dalam sistem pesantren, ada beberapa unsur yang saling berhubungan  yaitu Kyai, Santri dan Pondok.
Kyai.
  • Kyai adalah faktor utama melalui sistem pesantren yang didirikan. Kyai sendiri adalah sebutan seorang tokoh masyarakat yang dihormati karena ketinggian ilmu dan sebagai ulama yang diikuti pengajarannya. Kyai adalah seseorang atau orang yang menjadi dasar sistem pendidikan di pesantren. Umumnya ia adalah seorang yang telah menguasai ilmu agama, ilmu dakwah, ilmu al Quran dan tafsir dan sebagainya. 
Santri.
  • Santri adalah para siswa yang belajar ilmu Islam dari Kyai. Elemen ini juga sangat penting, karena tanpa para santri maka  kyai akan diibaratkan sebagai seorang raja tanpa subyek. Para santri adalah sumber daya manusia, yang tidak hanya mendukung keberadaan pesantren, tetapi juga mempertahankan pengaruh kyai dalam masyarakat. Hal ini tetap umum bahwa beberapa kiai tidak memiliki santri atau pesantren. 
Pondok.
  • Pondok adalah sebutan untuk sebuah tempat tinggal bersama dari Kyai dan Para Santri. Pondok adalah sebuah sistem asrama yang disediakan oleh kiai untuk mengakomodasi murid-muridnya. Pondok biasanya merupakan bentuk sederhana dari akomodasi dan memiliki fasilitas kurang dari balai atau perguruan tinggi di universitas-universitas Barat. Sementara perguruan tinggi atau aula menyediakan siswa dengan ruang, pondok biasanya terdiri dari kamar bersama, masing-masing yang mungkin ditempati oleh lima sampai sepuluh santri. pesantren Oleh karena itu, terdiri dari kompleks perumahan, yang meliputi rumah-rumah kiai dan keluarganya, beberapa pondok, dan bangunan mengajar, termasuk masjid.
Sorang peneliti bernama Dhofier mengatakan dalam sebuah diskusi, "the pesantren usually uses a traditional system of learning. There are various techniques of teaching, but the most commonly used are bandongan and sorogan. Bandongan is a kind of religious instruction conducted by either the kiai or his senior santri. It is like a lecture attended by a large number of santri. In a big pesantren, such as the Pesantren Tebuireng, attendance at bandongan can vary from about 5 to 200 santri" (Dhofier, 1982). Ia pun menguraikannya dalam buku penelitiannya : "Santri attendance does not depend on either their level of knowledge or their age. The system in this sense is just to provide the santri with regular daily learning, in which the kiai or senior santri read certain works written (in Arabic) by previous ‘ulama, translating it into local languages, and giving some explanation about it."
---------
[Sebuah pesantren biasanya menggunakan sistem pembelajaran tradisional. Ada berbagai teknik mengajar, tetapi yang paling sering digunakan adalah bandongan dan sorogan. Bandongan adalah semacam sistem pembelajaran agama dilakukan  baik dengan kiai atau santri seniornya. Hal ini seperti ceramah yang dihadiri oleh sejumlah besar santri. Dalam pesantren besar, seperti Pesantren Tebuireng, kehadiran di bandongan dapat bervariasi dari sekitar 5-200 santri (Dhofier, 1982). Santri datang tidak tergantung pada kedua tingkat pengetahuan mereka atau usia mereka. Sistem dalam pengertian ini kedua tingkat tersebut hanyalah untuk memberikan santri dengan belajar sehari-hari biasa, di mana kiai atau santri senior membaca karya-karya tertentu yang ditulis (dalam bahasa Arab) oleh para ulama sebelumnya, menerjemahkannya ke dalam bahasa lokal, dan memberikan penjelasan tentang hal itu.]